Yusri mengemukakan, sejumlah contoh kasus yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menghapus tiga sektor pajak tersebut.
Pertama, yakni terkait dengan budaya di masyarakat Indonesia yang sering membeli kendaraan bekas tapi enggan membayar BBN II karena biayanya yang terbilang mahal.
Hal itu membuat data yang dihimpun menjadi tumpang tindih.
"Pajaknya motor Rp 250 ribu, bayar BBN Rp 1,5 juta. Harga motor cuma Rp 2 juta. Ini contoh loh sehingga orang enggak mau bayar pajak," kata dia.
Selanjutnya, terkait pajak progresif.
Yusri mengatakan, maksud diberlakukannya pajak progresif yakni untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat.
Namun, ternyata belakangan ini marak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih satu tapi kepemilikan kendaraannya mengatasnamakan orang lain agar terhindar dari pajak.
Baca Juga: 6 Daerah Masih Ada Pemutihan Pajak Motor 2023, Cara Bayar Pajak Online Lewat Aplikasi DJP
"Misalkan saya punya mobil pertama progresif tapi yang kedua pakai nama pembantu, pakai nama tetangga, dan keempat pakai nama saudara, kan akhirnya enggak valid datanya," katanya.
Begitu pula dengan pemutihan yang diterapkan oleh pemerintah daerah.
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR