Walaupun tahu MG masih kritis, keluarga AT disebut berniat memberikan santunan Rp 25 juta.
Satrio berdalih tidak mengetahui maksud dan tujuan utama keluarga AT dalam memberikan uang dengan nominal tersebut.
Soalnya, keluarga pelaku berniat memberikan santunan tetapi tidak datang secara langsung ke rumah sakit, hanya melalui sambungan telepon.
Oleh karena itu, Satrio menilai apa yang dilakukan pihak pelaku sangat tidak etis.
"Karena sangat tidak etis dalam kondisi masih fokus penanganan dan keselamatan MG, secara nilainya pun, ya mohon maaf, seperti menghitung harta dan martabat korban," ungkap dia.
"Jadi saya pikir sampai detik ini pihak keluarga pelaku tidak ada atensi ataupun simpati dan empati itu tidak ada. Yang ada mereka telepon saya, tanpa basa-basi langsung menyebut nominal angka," lanjut Satrio.
Di lain sisi, jumlah uang yang bakal diberikan keluarga pelaku tidak akan pernah sebanding dengan apa yang dialami MG. Satrio merasa khawatir dengan psikis MG setelah pulih karena kliennya itu kehilangan ibu jari kakinya.
"Itu kan sudah merupakan penghinaan, Rp 25 juta, bayangkan jempol kaki putus, biaya Rp 100 juta saja tidak cukup. Belum lagi pascakeluar rumah sakit karena terapi berjalan, belum trauma psikis si anak minder karena cacat," tegas dia.
Terakhir, Satrio berharap pihak kepolisian tidak berat sebelah dalam menangani kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kliennya.
Ia memohon aparat kepolisian segera menetapkan tersangka dalam insiden kecelakaan tersebut.
Penulis | : | Galih Setiadi |
Editor | : | Aong |
KOMENTAR