MOTOR Plus-online.com - Pemotor yang menggunakan knalpot racing untuk harian siap-siap akan ada razia yang lebih ketat.
Polisi mulai uji coba alat pengukur kebisingan knalpot racing apakah sudah sesuai standar Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) atau tidak.
Uji coba alat ukur knalpot racing ini disaksikan langsung Dirgakkum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan.
"Hari ini tadi melihat demo salah satu alat yang mendukung untuk penegakan hukum di bidang lalu lintas yaitu alat pengukur kebisingan," ujar Aan dikutip dari NTMCPolri.info, Selasa (27/6/2023).
"Nantinya akan digunakan oleh penegak hukum di bidang lalu lintas untuk mengukur tingkat kebisingan yang dikeluarkan dari knalpot tersebut, baik roda dua maupun roda empat," sambungnya.
"kalau sekarang ini istilah kasarnya knalpot brong itu seringkali menimbulkan keresahan masyarakat,” lanjutnya.
Dengan adanya alat pengukur kebisingan ini, nantinya akan diketahui ambang batas kebisingan yang sudah sesusai dengan peraturan dari Menteri LHK dan Menteri Kesehatan.
“Ada batas maksimal tingkat kebisingan yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor itu berapa desibel itu ada," tambah Aan.
"Jadi ini akan melengkapi tugas di lapangan nantinya untuk penegak hukum di bidang ambang kebisingan tadi,” lengkapnya.
Polisi seringkali menindak knalpot racing yang melebihi ambang kebisingan yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan SNI.
Aan berharap, dengan bantuan alat pengukur kebisingan ini, akan memberikan kepastian bahwa knalpot motor tersebut mengeluarkan suara yang tidak melebihi ambang kebisingan.
knalpot punya tingkat kebisingan suara dengan satuan desbiel atau dB.
Tingkat kebisingan knalpot motor diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2019.
Kementerian LHK mengatur Baku Mutu Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang Sedang Diproduksi Kategori M, Kategori N, dan Kategori L.
Pada Pasal 1 Ayat (13), dijelaskan kalau kendaraan bermotor kategori L adalah kendaraan beroda kurang dari empat.
Sementara ayat (14) pasal yang sama, Kendaraan bermotor sub kategori L3 adalah kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cc atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam dengan apapun jenis tenaga penggeraknya sesuai dengan SNI 09-1825-2002.
Untuk menguji kebisingan knalpot motor baru dan yang sedang diproduksi, menurut Pasal 3 ayat 1.b.3, menggunakan metode UNR 41-04.
UNR 41-04 adalah regulasi yang mengatur metode, prosedur, alat dan limit dan lain-lain yang mengacu kepada UNR 41 seri 04.
Biar lebih jelas, berikut batas kebisingan knalpot motor menurut PM LHK No. P56/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2019:
Power Mass Ratio (PMR) | Baku Mutu dB | |
L urban | L wide open throttle | |
PMR < 25 | 73 | - |
25 < PMR < 50 | 74 | 79 |
PMR > 50 | 77 | 82 |
Di saat yang bersamaan, produsen knalpot racing yang tergabung dalam Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) tengah mengajukan standar knalpot racing.
AKSI bertemu perwakilan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Temmy Satya Permana selaku Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM pada awal Juni kemarin (9/6/2023).
“Termasuk knalpot racing buatan Indonesia bagian program pemerintah supaya bisa besar di negara sendiri,” jelas Temmy di depan perwakilan AKSI.
Paling utama pembicaraan AKSI dengan Kemenkop dan UMKM bagaimana standar teknis knalpot racing supaya tidak kena razia.
"Standar teknisnya seperti apa, misal standarnya berapa dB (satuan kebisingan, red) dan cara pengukurannya kayak apa, kalau sudah dibuat, kami akan mengikuti,” kata Edi Nurmanto, produsen knalpot Abenk Muffler dari Purbalingga, Jawa Tengah.
Namun saat dikonfirmasi hari Senin (19/6/2023), Edi mengatakan belum ada kelanjutan soal standar kalpot racing.
"(Aturan knalpot racing) belum ada kelanjutan, sedang diusulkan," kata Edi yang juga menjabat sebagai ketua AKSI.
Pria yang akrab disapa Abenk itu berharap, aturan terkait knalpot aftermarket bisa segera terbit mengingat banyak permasalahan akibat belum ada kejelasan regulasi itu.
"Harapannya bisa segera terbit aturannya karena omzet menurun, intervensi ke toko-toko dari polisi juga (kerap dilakukan)," tutupnya.
Penulis | : | Ardhana Adwitiya |
Editor | : | Joni Lono Mulia |
KOMENTAR