Baca Juga: Pemotor Cuma Bisa Pasrah Duit Rp 44 Juta Hasil Denda Tilang Uji Emisi Tidak Bisa Dikembalikan
Menurutnya, pemerintah harus mengedepankan pendekatan yang lebih humanis, bukan opresif.
Kaitannya dalam hal ini, berarti menyusun dasar hukum kusus dan betul-betul memperhatikan masyarakat.
Dwi Putra Nugraha, Pakar Hukum Administrasi Negara (HAN) sekaligus ketua PUSAKA (Pusat Studi Konstitusi Administrasi Negara dan Antikorupsi) Universitas Pelita Harapan, juga memberikan penuturan serupa.
Meninjau dari segi niat, Pemerintah melalui pihak Aparat bisa dianggap memiliki itikad baik, karena berupaya memberantas tingginya angka polusi Jakarta.
Hanya saja, langkah penerapannya keliru, dan tidak disertai dengan pertimbangan efektivitas. Mengkaji dari sudut pandang HAN, regulasi ini dinilai kurang tepat.
“Dalam hal penerapan aturan, ada 3 poin yang harus diperhatikan, yaitu niat, mekanisme menjalankan, dan hasil akhir yang baik,” kata dia.
Menurutnya, persoalan sanksi dan denda tilang seharusnya betul-betul menjadi pokok pertimbangan pihak aparat.
Jangan sampai penerapan aturan tersebut justru mempersulit, bahkan memberatkan.
“Aturan ini (tilang uji emisi) terkesan hanya main-main saja. Kasihan orang yang kena, bayar Rp 500.000 sampai totalnya Rp 44 juta,” ucapnya.
Menurutnya, pihak aparat penyelenggara tilang, dalam hal ini adalah Polda Metro Jaya, seharusnya mengedepankan diskresi saat menerapkan aturan.
Termasuk dalam hal pengaturan tilang, baik itu terkait nominal ataupun ketentuan denda.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengamat Sebut Tilang Uji Emisi Berisiko Picu Unjuk Rasa"
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR