MOTOR Plus-online.com - Tilang uji emisi terus mendapat sorotan dari pakar hukum sampai pengamat transportasi.
Bahkan jika terus dipaksakan razia uji emisi akan berujung pada demo besar-besaran dari pemilik kendaraan.
Tilang uji emisi juga tidak ada dasar hukumnya dan sangat merugikan masyarakat.
Motor yang tidak lolos uji emisi wajib membayar denda sebesar Rp 250 ribu.
Sementara mobil yang tidak lolos uji emisi diwajibkan membayar denda Rp 500 ribu.
Hal inilah yang menimbulkan pro dan kontra sampai penolakan dari masyarakat yang bisa berujung pada demo besar-besaran.
Pelaksanaan tilang uji emisi di Jakarta banyak menuai kritik, tidak hanya dari massyarakat, tapi juga Pemerhati Transportasi Nasional dan Pakar Hukum.
Tilang uji emisi sendiri sempat diberlakukan kembali pada awal November 2023.
Namun karena banyaknya komplain dan protes dari masyarakat, aturan ini mendadak dibatalkan, walaupun baru diberlakukan satu kali.
Baca Juga: Pro Kontra Tilang Uji Emisi Makin Panjang, Pakar Hukum Nilai Aturannya Tidak Jelas
Baca Juga: Razia Uji Emisi Dinilai Peras Masyarakat, Pakar Hukum Sarankan Uang Denda Tilang Dikembalikan
Pemerhati menilai, tindakan ini terkesan cukup sembrono, karena aturan diberlakukan tanpa persiapan matang, mulai dari menggunakan dasar hukum khusus serta SOP yang jelas.
Sony Susmana, Pemerhati Transportasi sekaligus Training Director SDCI menjelaskan, tilang uji emisi terkesan dipaksakan, dan pihak aparat seolah berlaku sewenang-wenang.
“Sebagai Aparat itu jangan hilang akal. Kalau memang mau menghijaukan langit Indonesia, metodenya tidak seperti ini (tilang uji emisi),” kata dia kepada Kompas.com, Senin (6/11/2023).
Sony berpendapat, tindakan sewenang-wenang tersebut bisa menjadi bumerang bagi aparat.
Karena alih-alih menegakkan regulasi, kesannya justru melakukan opresi.
“Tindakan tilang atau model pemaksaan seperti ini, justru banyak sekali penolakan dari masyarakat,” kata dia.
Menurutnya, situasi ini bisa berujung runyam, bahkan membahayakan.
Sebab, ada kemungkinan masyarakat akan melakukan protes dan unjuk rasa besar-besaran.
“Masyarakat indonesia kalau rasa penolakannya sudah memuncak, ada potensi bisa terjadi perlawanan, dengan membuat polusi. Ini yang harus diperhitungkan,” kata dia.
Baca Juga: Pemotor Cuma Bisa Pasrah Duit Rp 44 Juta Hasil Denda Tilang Uji Emisi Tidak Bisa Dikembalikan
Menurutnya, pemerintah harus mengedepankan pendekatan yang lebih humanis, bukan opresif.
Kaitannya dalam hal ini, berarti menyusun dasar hukum kusus dan betul-betul memperhatikan masyarakat.
Dwi Putra Nugraha, Pakar Hukum Administrasi Negara (HAN) sekaligus ketua PUSAKA (Pusat Studi Konstitusi Administrasi Negara dan Antikorupsi) Universitas Pelita Harapan, juga memberikan penuturan serupa.
Meninjau dari segi niat, Pemerintah melalui pihak Aparat bisa dianggap memiliki itikad baik, karena berupaya memberantas tingginya angka polusi Jakarta.
Hanya saja, langkah penerapannya keliru, dan tidak disertai dengan pertimbangan efektivitas. Mengkaji dari sudut pandang HAN, regulasi ini dinilai kurang tepat.
“Dalam hal penerapan aturan, ada 3 poin yang harus diperhatikan, yaitu niat, mekanisme menjalankan, dan hasil akhir yang baik,” kata dia.
Menurutnya, persoalan sanksi dan denda tilang seharusnya betul-betul menjadi pokok pertimbangan pihak aparat.
Jangan sampai penerapan aturan tersebut justru mempersulit, bahkan memberatkan.
“Aturan ini (tilang uji emisi) terkesan hanya main-main saja. Kasihan orang yang kena, bayar Rp 500.000 sampai totalnya Rp 44 juta,” ucapnya.
Menurutnya, pihak aparat penyelenggara tilang, dalam hal ini adalah Polda Metro Jaya, seharusnya mengedepankan diskresi saat menerapkan aturan.
Termasuk dalam hal pengaturan tilang, baik itu terkait nominal ataupun ketentuan denda.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengamat Sebut Tilang Uji Emisi Berisiko Picu Unjuk Rasa"
Penulis | : | Ahmad Ridho |
Editor | : | Ahmad Ridho |
KOMENTAR