MOTOR Plus-online.com - Sedang heboh, kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 41 persen.
Keputusan yang berpedoman pada Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. 348 Tahun 2019 ini, tapi mengundang kontroversi.
Salah satunya, kenaikan tarif ini tidak menjamin terjadinya, peningkatan kesejahteraan pengemudi.
Justru kenaikan tarif ojek online, bisa menggerus permintaan ojol hingga 75%, yang akhirnya berdampak negatif pada pendapatan driver atau pengemudi.
Baca Juga : Ketangkep Basah, Video Marshal Nyolong Komponen Motor Alex Rins di MotoGP Jerez 2019
Baca Juga : Heboh Tanjakan Bundelan Gunung Kidul, Saking Bahayanya Mau Dihapus Dari Google Maps
Hal tersebut diungkapkan pada peluncuran hasil survei berjudul “Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online di Indonesia”.
Survei ini diselenggarakan oleh Research Institute of SocioEconomic Development (RISED).
Penelitian ini dilakukan, untuk menjawab pertanyaan publik tentang respon konsumen terhadap kebijakan kenaikan tarif.
Sekaligus memberikan gambaran terkait willingness to pay (kesediaan membayar) konsumen, terhadap layanan ojol.
Baca Juga : Ratusan Driver Ojol Jabodetabek Batalkan Demo Besar, Pihak Gojek Akhirnya Lakukan Ini
Pelaksanaan survei dilaksanakan, pada 3.000 konsumen pengguna ojol, yang tersebar di 9 wilayah di Indonesia.
Wilayah itu mewakili ketiga zona, yang diatur di dalam Kepmenhub tersebut yakni Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, Makassar, dan Malang.
Waktu penelitian dimulai dari 29 April hingga 3 Mei 2019, dengan nilai margin of error survei berada di kisaran 1,83%.
Hadir dalam peluncuran hasil survei, yaitu Ketua Tim Peneliti Rumayya Batubara, Ph.D (Ekonom Universitas Airlangga) dan Dr. Fithra Faisal (Ekonom Universitas Indonesia), narasumber sekaligus penanggap hasil riset.
Baca Juga : Yamaha Dan Honda Ditekan Turunkan Harga Motor Matic Dan Kembalikan Uang
Ketua Tim Peneliti Rumayya Batubara, Ph.D menjelaskan, tarif baru yang diatur Pemerintah per 1 Mei 2019 ini, tidak mencerminkan tarif yang bakal dibayar oleh konsumen.
“Tarif atau biaya jasa yang tertera pada Kepmenhub No. 348 tahun 2019 merupakan tarif bersih, yang akan diterima pengemudi,” jelas Rumayya.
Artinya, tarif yang harus dibayar konsumen akan lebih mahal lagi, mengingat harus ditambah biaya sewa aplikasi," tambahnya.
Ekonom Unair tersebut mencontohkan, dengan asumsi tambahan biaya sewa aplikasi sebesar 20%, tarif batas bawah yang harus dibayar oleh konsumen di Jabodetabek adalah sebesar Rp 2.500/km.
Baca Juga : Lembang Geger! Terlibat Kecelakaan, Moge Kawasaki Ninja ZX-10R Hancur Berantakan
Bukan seperti yang tertera di Kepmenhub, yang menyatakan Rp 2.000/km.
Kemudian, dari hasil survei RISED, didapat kenaikan tarif berpengaruh pada pengeluaran konsumen setiap harinya.
Menurut RISED, jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 7-10 km/hari
Di Zona I (Jawa non-Jabodetabek, Bali, dan Sumatera), 8-11 km/hari di Zona II (Jabodetabek), dan 6-9 km/hari di Zona III (wilayah sisanya).
Baca Juga : Misteri Mendadak Mogok Motor yang Dipakai Murid Valentino Rossi di MotoGP Spanyol, Sabotase?
Dengan berpedoman skema tarif dari Kepmenhub tersebut dan jarak tempuh sejauh itu, berarti pengeluaran konsumen akan bertambah.
Yaitu sebesar Rp 4.000-11.000/hari di Zona I, Rp 6.000–15.000/hari di Zona II, dan Rp 5.00012.000/hari di Zona III.
“Bertambahnya pengeluaran sebesar itu, sudah memperhitungkan kenaikan tarif minimum untuk jarak tempuh 4 km ke bawah,” tambah Rumayya.
"Jangan lupa tarif minimum juga mengalami peningkatan. Misalnya di Jabodetabek dari sebelumnya Rp 8.000 menjadi Rp 10.000-12.500," ungkapnya.
Baca Juga : Ratusan Driver Ojol Jabodetabek Batalkan Demo Besar, Pihak Gojek Akhirnya Lakukan Ini
Rumayya menjelaskan, bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh 47,6% kelompok konsumen.
Konsumen itu hanya mau, mengalokasikan pengeluaran tambahan untuk Ojol, maksimal Rp 4.000-5.000/hari.
Bahkan, sebenarnya ada 27,4% kelompok konsumen, yang tak mau menambah pengeluaran sama sekali.
“Total persentase kedua kelompok tersebut mencapai 75% secara nasional," sebutnya.
Baca Juga : Kapolri Jujur Diberi Dua Motor Lambretta Ditolak Dan Dikembalikan
"Jika diklasifikasikan berdasarkan zona maka besarannya adalah 67% di Zona I, 82% di Zona II, dan 66% di Zona III,” tambah Rumayya.
Sebagai tambahan, Rumayya menjelaskan rata-rata kesediaan konsumen di non Jabodetabek untuk mengalokasikan pengeluaran tambahan, sebesar Rp 4.900/hari.
Jumlah itu lebih kecil 6%, dibanding rata-rata kesediaan konsumen di Jabodetabek yang mencapai Rp 5.200/hari.
“Oleh karena itu, Pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona,” tegas Rumayya.
Baca Juga : Awas SPBU Nakal Premium Dioplos Dijual Seharga Pertalite atau Pertamax
Daya beli konsumen di wilayah non-Jabodetabek yang lebih rendah, harus dimasukkan ke dalam perhitungan Pemerintah
Terbatasnya kesediaan membayar konsumen, didorong oleh 75,2% konsumen yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.
“Selain itu, faktor tarif ternyata menjadi pertimbangan utama bagi keputusan konsumen untuk menggunakan Ojol," ungkap Rumayya.
Sebagai bukti, sebanyak 52,4% konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama.
Baca Juga : Sempat Terlindas di Moto2 Jerez 2019, Begini Kondisi Terkini Dimas Ekky Dari Kru Honda Team Asia
"Jauh mengungguli alasan lainnya, seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan,” tambah Rumayya.
"Oleh karena itu, perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen," tukasnya.
Rumayya menambahkan, Pemerintah hendaknya mengevaluasi regulasi tarif dalam bisnis Ojol.
Pada akhirnya, berkurangnya permintaan Ojol tidak hanya akan menggerus manfaat yang diterima masyarakat dari sektor ini.
Baca Juga : Sering Dicibir Netizen Sudah Tua, Video Valentino Rossi Ini Jadi Bukti Dirinya Masih Hebat di MotoGP Spanyol
Tapi juga berdampak negatif pada penghasilan pengemudi, karena konsumen enggan menggunakan Ojol lagi.
“Sudah saatnya Pemerintah mendasarkan pembuatan kebijakan, pada bukti-bukti statistik mengenai kondisi objektif yang terjadi di masyarakat," tambah Rumayya.
"Selain itu, perlu evaluasi berkala dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang, supaya bisa meninjau efektivitas kebijakan terhadap kesejahteraan konsumen dan pengemudi,” tutup Rumayya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Kenaikan Tarif Ojek Online Tak Menjamin Peningkatan Kesejahteraan Pengemudi
Source | : | jatim.tribunnews.com |
Penulis | : | Reyhan Firdaus |
Editor | : | Joni Lono Mulia |
KOMENTAR